Minggu, 14 Juni 2009

Fatwa Bunga Bank Haram

Sebagai umat muslim manakala kita telah menetapkan Islam sebagai Way Of Life maka kita harus melaksanakan ajarannya secara Kaffah dan jangan setengah-tengah untuk memperoleh bahagia di dunia maupun di akhirat. Shifting paradigm perlu dilakukan oleh umat tentang pelaksanaan ajaran Islam agar tidak terjadi dikotomi antara tujuan dunia dan akhirat dimana yang sesungguhnya kita semua akan menuju akhirat.


Sedangkan aktivitas ekonomi menyangkut kegiatan antar manusia yang kaitannya dengan mahluk sosial. Ekonomi Islam menurut Dr. Umar Cepra yaitu “economics with an Islamic perspectif” (2002) sehingga yang dimaksud ekonomi Islam adalah ekonomi konvensional yang sejalan dengan pandangan hidup Islam. Memahami ekonomi Islam haruslah benar-benar paham, banyak kelompok masyarakat yang bermashab bahwa ekonomi Islam tidak lain adalah ekonomi yang berkembang di masyarakat antara lain ekonomi kapitalis, sosialis (telah runtuh), ekonomi kerakyatan yang kesemuanya adalah ilmu ekonomi Islam/Syariah. Jadi yang dimaksud Ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi dengan prespektif Islam yang didasarkan atas ajaran Islam (Al-Qur'an dan Al-Hadist)

Dalam menjalankan aktivitas ekonomi, terutama dalam memilih Bank sebagai sarana kita melakukan transaksi perbankan haruslah dipahami terlebih dahulu mengapa harus Syariah ?.

MUI telah mengeluarkan fatwa tentang bunga bank haram. Fatwa Nomor 1 tahun 2004 yang dikeluarkan pada tanggal 24 Januari 2004 itu diterbitkan atas dasar bahwa umat islam Indonesia masih mempertanyakan status hukum bunga yang dikenakan dalam trasaksi pinjaman atau utang piutang, baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan, individu maupun lainnya, oleh sebab itu Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang bunga dimaksud untuk dijadikan pedoman.

Dalam putusannya, MUI melalui Fatwa tersebut menetapkan tentang bunga bank :
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
1. Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diper-hitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan (بلا عوض) yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran (زيادة الأجل) yang diperjanjikan sebelumnya, (اشتُرِطَ مقدماً). Dan inilah yang disebut riba nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga (Interest)
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
2. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermu’amalah dengan Lembaga Keuangan Konvensional
1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
2. Untuk wilayah yang belum ada kantor /jaringan Lembaga Keuangan Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.

Atas dasar tersebut sebagai umat muslim di Indonesia, hendaknya mulai memahami apa itu bunga, riba, dan bagaiman hukumnya. Dan wajib bagi yang telah memahami hal tersebut untuk hijrah dari konvensional menuju syariah Agar kita selamat dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat.




Fatwa Bunga Bank Haram selengkapnya klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar