Selasa, 16 Juni 2009

Perhitungan Bagi Hasil Bank Syariah

Buat para blogger yang belum mengetahui bagaimana cara perhitungan bagi hasil yang kita dapatkan apabila dana kita ditempatkan di Bank Syariah. Baerikut ini saya coba simulasikan sedikit cara perhitungan bagi hasil untuk Deposito

Jika diketahui :
1. Nominal Deposito di Bank Syariah Rp. 10.000.000,00 dengan jangka waktu 1 bulan
2. Saldo rata-rata seluruh Deposito di Bank tersebut yang memiliki jangka waktu 1 bulan adalah Rp.5.000.000.000.000,00
3. Saldo pendapatan distribusi bagi hasil seluruh Deposito yang ada di Bank tersebut yang memiliki jangka waktu 1 bulan Rp.50.000.000.000,00
4. NISBAH bagi hasil Deposito dengan jangka waktu 1 bulan adalah 55,00 % untuk Nasabah dan 45,00 % untuk Bank.
5. maka bagi hasil yang diterima oleh Nasabah tersebut adalah





Jadi dari simulasi tersebut didapatkan, jika kita menempatkan dana kita berupa Deposito senilai Rp.10.000.000,00 dengan nisbah 55,00%. Pada bulan berikutnya, kita akan mendapat bagi hasil dari Bank sebesar Rp. 55.000,00. Cukup adil bukan ?.Perhitungan tersebut baru bisa diketahui pada bulan berikutnya.

Lain halnya dengan Deposito di Bank Konvensional, dimana bila kita menempatkan dana kita saat ini pada bank Konvensional, maka berapa yang akan didapat pada bulan yang akan datang, kita sudah bisa mengetahui saat ini juga dengan mengalikan dana kita tersebut dengan besaran bunga yang sudah ditetapkan oleh Bank tersebut tanpa kita memperdulikan berapa pendapatan Bank pada bulan berikutnya.

Semoga contoh ini dapat bermanfaat, dan para blogger juga bisa menilai mana yang lebih adil bagi pihak Nasabah maupun pihak Bank sebagai pengelola dana.


[+/-] Selengkapnya...

Minggu, 14 Juni 2009

PEMIMPIN YANG LAYAK DIPILIH

Beberapa hari lagi bangsa indonesia akan melakukan pesta demokrasi jilid 2 di tahun 2009 ini. Setelah selesai dengan pemilihan anggota legislatif, rakyat Indonesia akan melakukan pemilihan Presiden secara langsung. Rakyat Indonesia akan memilih siapa yang pantas untuk memimpin bangsa yang besar ini 5 tahun kedepan.

Jika Kita memilih seseorang yang menjadi pemimpin sudah wajar bila kita menginginkan pemimpin yang mengajak kepada kebaikan, bukan kepada keburukan. Pemimpin dan rombongannya yang mengajak kebaikan akan terlihat dari siapa yang mendukung pemimpin itu. Pemimpin yang berkawan dengan orang-orang yang sudah dikenal sebagai manusia yang tidak mendukung kepada kebaikan maka tunggulah kerusakan di muka bumi. Pemimpin yang mengajak kebaikan niscaya dia ingat kepada Sang Maha Pencipta. Pemimpin seperti itu sadar bahwa dirinya adalah hamba Allah, bukan hamba kekuasaan atau hamba kekuatan.

Disinilah kriteria pentingnya : pemimpin adalah hamba yang shaleh. Seorang hamba yang shaleh memiliki kualitas Aqidah yang salimah. Aqidah yang menyelamatkan dirinya dan umatnya. Dia memiliki kualitas Ma’rifatullah yang sangat kuat. Tidak hanya tampil dalam peribadatan seperti sholat tetapi juga ibadah lainnya termasuk kawan-kawan di sekitarnya. Aqidah yang salimah tidak hanya memberikan keteduhan, panduan dan inspirasi bagi sang pemimpin dalam mengarungi kampanye dan pemilihan tetapi juga menjadi panduan untuk apa kekuasaan di tangannya nanti. Kesadaran bahwa kekuasaan ini bersifat sementara dan tidak yang abadi di dunia ini kecuali amal shaleh, maka aktualisasi dari pemimpin yang memiliki komitmen kuat dalam keimanannya, adalah mempersembahkan program dan kepribadiannya yang terbaik untuk kemajuan umat.

Pemimpin dalam Al Quran disebut waly al-amr. Waly artinya “pemilik”, dan al-amr berarti “urusan” atau “perintah.” Jadi, waly al-amr adalah orang yang mendapat amanat untuk menangani urusan dan kepentingan umat sekaligus memiliki wewenang untuk memerintah. Istilah waly al-amr ini terdapat dalam ayat Al-Quran yang sangat populer di masyarakat.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-Nisa: 59)

Berdasarkan ayat di atas, pemimpin memiliki hak untuk ditaati. Ketaatan kepada pemimpin mengandung nilai yang sama dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun ketaatan tersebut sifatnya nisbi. Artinya pemimpin wajib ditaati selama ia mengajak untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sebaliknya. Pemimpin seperti ini muncul dari hasil pilihan terbaik masyarakat. Memilih pemimpin merupakan bagian dari hak masyarakat. Karena memilih adalah hak maka ia harus didasari kesukarelaan bukan paksaan, intimidasi atau kekerasan.
Dalam memilih pemimpin, Al Quran dan Hadits telah memberikan petunjuk, paling tidak ada empat syarat pokok pemimpin sejati yang layak untuk dipilih, yaitu :
1. Pemimpin harus memiliki kekuatan fisik
Dalam Al Quran surat Al-Qashash ayat 26 : “Sesungguhnya orang yang paling baik engkau tugaskan adalah yang kuat…” Kekuatan fisik merupakan syarat utama dalam memegang tanggung jawab berat mengurus umat. Dengan stamina yang prima pemimpin akan maksimal mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya mengurus umat. Bukan sebaliknya, umat yang memikirkan dan mengurus pemimpin yang sakit-sakitan. Kriteria kuat fisik ini menjadi salah satu alasan Nabi Saw untuk tidak memberikan jabatan kepada Abu Dzar. “Wahai Abu Dzar, aku melihat engkau lemah. Aku suka untukmu apa yang aku suka untuk diriku. Karena itu, jangan memimpin (walau) dua orang dan jangan pula menjadi wali bagi harta anak yatim” (HR Bukhari Muslim)

2. Pemimpin sejati memiliki sifat terpercaya
Pemimpin sejati memiliki sifat terpercaya. “Sesungguhnya engkau menurut penilaian kami adalah orang yang kuat lagi terpercaya” (QS. Yusuf: 54). Sifat terpercaya berkaitan dengan kemampuan mengendalikan diri, tidak menyelewengkan jabatan untuk mencari keuntungan secara tidak sah. Sifat terpercaya juga berhubungan dengan keahlian. Dalam manajemen modern dikenal ungkapan the right man on the right job, orang yang tepat menduduki jabatan yang tepat. Bila orang dan jabatannya tidak tepat, maka bukan kepercayaan yang hadir namun kekacauan yang akan menimpa, sebagaimana sabda Rasullah “Bila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhari).

3. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang adil
Pemimpin sejati adalah pemimpin yang adil. “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh) apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, supaya menetapkan dengan adil” (Qs. An-Nisa : 59). Orang adil dalam ayat lain posisinya bergandengan dengan orang yang berbuat baik “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat baik (QS. An-Nahl : 90). Adil adalah sikap moderat, pertengahan antara berlebihan dan kekurangan. Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang menjamin kemaslahatan masyarakat dengan memberikan keadilan yang merata (‘adl syamil). Keadilan ini diberikan bukan saja kepada para pendukungnya tapi kepada seluruh masyarakat yang berada di bawah tanggung jawab kepemimpinannya. Oleh karenanya, bersikap adil merupakan perilaku terbaik pemimpin sejati. Pemimpin adil menjadi salah satu diantara orang yang berada dalam naungan Allah. Selain itu, kebahagiaan Allah janjikan pula kepada mereka, sebagaimana sabda Rasulullah ”Para pemimpin yang adil akan tinggal di atas panggung-panggung yang terbuat dari cahaya, yaitu orang yang berlaku adil dalam memutuskan perkara dan mengurus ahli-ahlinya serta segala sesuatu yang diserahkan kepadanya.” (HR Muslim).

4. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang dicintai oleh umatnya
Kriteria pemimpin sejati adalah pemimpin yang dicintai oleh umatnya. Rasulullah bersabda : “Sebaik-baik pemimpin adalah orang yang kamu cintai dan dia juga mencintai kamu, kamu mendoakannya dan dia pun mendoakanmu. Dan sejahat-jahat pemimpin ialah orang yang kamu benci dan membenci kamu, kamu kutuk dan juga mengutuk kamu….” (HR. Muslim). Dengan didasari kecintaan, setiap aturan dan keputusan yang dikeluarkan pemimpin akan otomatis ditaati oleh umatnya. Bila umat telah mencintai dengan sepenuh hati dan mentaati dengan segenap jiwa lahirlah pemimpin yang berwibawa.

Namun, keempat kriteria di atas tidak selamanya melekat secara sempurna dalam diri seseorang. Bila kondisi memaksa harus memilih yang terbaik diantara yang terburuk, maka orang yang paling sedikit kekurangannyalah yang harus dipilih. Betapa pentingnya masalah dalam memilih seorang pemimpin ini dalam ajaran Islam, bahkan dalam sejarah di saat meninggalnya Nabi Muhammad SAW, bukan mayat beliau yang diurusi terlebih dahulu, melainkan memilih pemimpin kaum muslimin sebagai pelanjut Rasulullah dalam menjalankan syariah Islam. Para sahabat mendahulukan pemilihan kepemimpinan ini karena menyadari betapa pentingnya keberadaan seorang pemimpin dan kepemimpinan itu tidak boleh kosong. Kita ketahui bersama bahwa waktu itu terpilih Abu Bakar sebagai pemimpin kaum muslimin.
Secara umum sudah jelas bagi kita ummat Islam, Al-Qur'an sudah memberikan kriteria pemimpin yang harus dipilih yaitu : "Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (sesudah Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh" (QS Al Anbiya':105). Jadi yang mendapat mandat mengurusi manusia di muka bumi ini hanyalah orang-orang sholeh, bukan orang-orang kafir yang akan membuat kerusakan di muka bumi. Jika orang kafir memimpin di muka bumi ini, maka sudah bisa dipastikan bahwa dunia ini bukan semakin baik, tapi malah rusak dan hancur dunia ini, kenapa demikian? Al-Quran sudah menjelaskan di dalam QS.Ali Imran :118. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu (pemimpin-pemimpinmu) orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS.Ali-Imran : 118)

Beberapa alasan menurut Allah di atas kenapa tidak boleh memilih, mengangkat orang kafir (di luar kalangan Islam) sebagai wali atau orang kepercayaan atau pemimpin adalah :
1. Mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan – kerusakan untuk orang di luar kalangannya (orang-orang Islam).
2. Sangat benci terhadap orang Islam, kebencian dari mulut mereka (seperti misalnya beramai-ramai menolak RUU anti Pornografi dan Pornoaksi, dsb).
3. Bila mereka berkuasa, maka mereka akan bersikap kasar dan biadab, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Mumtahanah ayat 1 dan 2: ” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu (orang-orang kafir) menjadi teman-teman setia ...... sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. ...... Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus”. ”Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir.”

4. Program orang kafir dan Munafiq selalu mengembangkan kemungkaran dan menahan yang ma’ruf, seperti dikemukakan Allah dalam surat At-Taubah:67, ”Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik”.
5. Program orang kafir selalu menyesatkan manusia dari ajaran Allah dan mengajak manusia Talbisul Haq bil bathil ”mencampur adukkan yang haq dan bathil” dengan alasan toleransi beragama, sebagaimana disebutkan Allah dalam QS.Al-Baqarah 41-42. ”Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.” ”Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”


Jadi siapa pemimpin yang akan kita pilih?

”Sesungguhnya wali (pemimpin, penolong) kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).”

Mari kita pilih pemimpin-pemimpin kita yang takut dan tunduk kepada aturan-aturan Allah, yang mendirikan sholat untuk dirinya, keluarganya dan rakyat yang dipimpinnya, dan yang membayar zakat, menggalakkan shodaqah untuk kemashlahatan orang banyak, bukan pemimpin yang berfikir untuk memperkaya dirinya sendiri..

Demikian petunjuk Al Quran dan Hadits tentang kriteria memilih pemimpin. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk bisa memilih pemimpin sejati. Pemimpin yang bukan saja kuat secara fisik, tapi juga dapat dipercaya, berlaku adil dan dicintai oleh masyarakatnya. Amin (by: Yulius Agung)

Wallahu a’lam Bish-showwab...



[+/-] Selengkapnya...

Fatwa Bunga Bank Haram

Sebagai umat muslim manakala kita telah menetapkan Islam sebagai Way Of Life maka kita harus melaksanakan ajarannya secara Kaffah dan jangan setengah-tengah untuk memperoleh bahagia di dunia maupun di akhirat. Shifting paradigm perlu dilakukan oleh umat tentang pelaksanaan ajaran Islam agar tidak terjadi dikotomi antara tujuan dunia dan akhirat dimana yang sesungguhnya kita semua akan menuju akhirat.


Sedangkan aktivitas ekonomi menyangkut kegiatan antar manusia yang kaitannya dengan mahluk sosial. Ekonomi Islam menurut Dr. Umar Cepra yaitu “economics with an Islamic perspectif” (2002) sehingga yang dimaksud ekonomi Islam adalah ekonomi konvensional yang sejalan dengan pandangan hidup Islam. Memahami ekonomi Islam haruslah benar-benar paham, banyak kelompok masyarakat yang bermashab bahwa ekonomi Islam tidak lain adalah ekonomi yang berkembang di masyarakat antara lain ekonomi kapitalis, sosialis (telah runtuh), ekonomi kerakyatan yang kesemuanya adalah ilmu ekonomi Islam/Syariah. Jadi yang dimaksud Ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi dengan prespektif Islam yang didasarkan atas ajaran Islam (Al-Qur'an dan Al-Hadist)

Dalam menjalankan aktivitas ekonomi, terutama dalam memilih Bank sebagai sarana kita melakukan transaksi perbankan haruslah dipahami terlebih dahulu mengapa harus Syariah ?.

MUI telah mengeluarkan fatwa tentang bunga bank haram. Fatwa Nomor 1 tahun 2004 yang dikeluarkan pada tanggal 24 Januari 2004 itu diterbitkan atas dasar bahwa umat islam Indonesia masih mempertanyakan status hukum bunga yang dikenakan dalam trasaksi pinjaman atau utang piutang, baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan, individu maupun lainnya, oleh sebab itu Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang bunga dimaksud untuk dijadikan pedoman.

Dalam putusannya, MUI melalui Fatwa tersebut menetapkan tentang bunga bank :
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
1. Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diper-hitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan (بلا عوض) yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran (زيادة الأجل) yang diperjanjikan sebelumnya, (اشتُرِطَ مقدماً). Dan inilah yang disebut riba nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga (Interest)
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
2. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermu’amalah dengan Lembaga Keuangan Konvensional
1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
2. Untuk wilayah yang belum ada kantor /jaringan Lembaga Keuangan Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.

Atas dasar tersebut sebagai umat muslim di Indonesia, hendaknya mulai memahami apa itu bunga, riba, dan bagaiman hukumnya. Dan wajib bagi yang telah memahami hal tersebut untuk hijrah dari konvensional menuju syariah Agar kita selamat dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat.




Fatwa Bunga Bank Haram selengkapnya klik disini

[+/-] Selengkapnya...

Jumat, 22 Mei 2009

DRIVER LAN NOTEBOOK BENQ S32 SERIES

Buat kamu yang kehilangan driver LAN Notebook BenQ S32 Series

driver LAN Notebook BenQ S32 Series

[+/-] Selengkapnya...

Jumat, 10 April 2009

tampilan perdana

hari ini sabtu, 11 April 2009. Pertama kalinya saya buat blog, awalnya saya hanya mendengar cerita tentang blog. Apa itu blog, dan apa isinya pun saya nggak tau. Berkat bantuan dari teman SMU saya, saya coba mulai dari nol. Lewat tulisan perdana ini, saya mengucapkan banyak trimakasaih to my best friend "M. Arif Asyari". Semoga gw bisa mengikuti jejak elo rif...

Buat temen2 yang dah punya banyak pengalaman "about Blog" bisa tolong di share ilmunya....

[+/-] Selengkapnya...